Kesuksesan industri produk kesehatan di Indonesia sangat bergantung pada kepatuhan terhadap regulasi yang ketat dan pelaksanaan Etika Promosi Produk yang bertanggung jawab. Promosi di sektor kesehatan tidak bisa disamakan dengan pemasaran produk ritel biasa, sebab informasi yang disampaikan memiliki dampak langsung terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat. Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan serangkaian aturan yang wajib dipatuhi. Memahami dan mengimplementasikan Etika Promosi Produk adalah panduan praktis bagi setiap perusahaan, mulai dari farmasi, alat kesehatan, hingga suplemen, untuk menjaga kredibilitas dan menghindari sanksi hukum.

Regulasi utama yang harus dipahami industri terkait promosi adalah batasan klaim. Secara umum, klaim produk tidak boleh menyesatkan, berlebihan (over-claim), atau menjanjikan penyembuhan instan. Khusus untuk obat-obatan dan suplemen, promosi harus merujuk pada indikasi yang telah disetujui dalam izin edar. BPOM, melalui unit khusus pengawasan iklan dan promosi, rutin melakukan monitoring. Pada periode semester I tahun 2025 (Januari hingga Juni), BPOM mencatat telah memberikan 45 surat peringatan kepada berbagai perusahaan atas dugaan pelanggaran klaim promosi, di mana 60% dari pelanggaran tersebut terjadi di platform digital dan media sosial. Data ini menunjukkan urgensi bagi perusahaan untuk menginternalisasi Etika Promosi Produk di semua saluran pemasaran.

Selain batasan klaim, Etika Promosi Produk juga mengatur metode dan target audiens promosi. Misalnya, promosi obat keras atau obat resep (ethical drugs) dilarang ditujukan langsung kepada masyarakat umum; promosi jenis ini hanya boleh dilakukan kepada profesional kesehatan (dokter, apoteker) melalui media kedokteran atau forum ilmiah. Pelatihan wajib bagi Medical Representative (Med Rep) menjadi kunci kepatuhan. Salah satu perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia mewajibkan seluruh 500 Med Rep mereka mengikuti sertifikasi ulang etika promosi setiap dua tahun. Sertifikasi terakhir diadakan pada tanggal 12 September 2025, yang mencakup modul khusus tentang interaksi etis dengan dokter, pemberian hadiah, dan batasan dalam menyelenggarakan acara simposium.

Penerapan Etika Promosi Produk juga meluas pada penggunaan Key Opinion Leader (KOL) atau Influencer. Industri kesehatan harus memastikan bahwa influencer yang digunakan menyampaikan informasi yang akurat dan berbasis ilmiah, serta secara jelas mencantumkan bahwa konten tersebut adalah iklan berbayar. Pada bulan Agustus 2025, Asosiasi Pemasaran Kesehatan (APH) menerbitkan pedoman baru yang menetapkan bahwa setiap influencer yang mempromosikan produk kesehatan harus mencantumkan nomor izin edar produk secara terlihat. Pedoman ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas dan meminimalisir penyebaran informasi palsu (hoax) yang dapat membahayakan kesehatan publik. Dengan memprioritaskan transparansi, kejujuran ilmiah, dan kepatuhan regulasi, industri produk kesehatan tidak hanya menghindari sanksi (denda, pencabutan izin edar) tetapi juga secara fundamental berkontribusi dalam membangun sistem kesehatan yang lebih tepercaya dan bertanggung jawab bagi seluruh masyarakat Indonesia.