Menguatkan Ketahanan sektor kesehatan nasional merupakan agenda mendesak bagi Indonesia, terutama dalam konteks ketersediaan obat dan alat kesehatan. Industri farmasi lokal saat ini masih menghadapi tantangan signifikan berupa ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor, mencapai lebih dari 90% untuk beberapa jenis obat esensial. Ketergantungan ini membuat pasokan obat rentan terhadap fluktuasi geopolitik, gangguan rantai pasok global, dan perubahan nilai tukar mata uang. Oleh karena itu, inisiatif untuk mendorong substitusi impor melalui pengembangan industri hulu farmasi domestik menjadi kunci utama. Langkah strategis ini tidak hanya menjamin keberlanjutan pasokan obat tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja berkualitas tinggi di dalam negeri. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan berbagai kebijakan insentif untuk mendorong investasi pada fasilitas produksi Bahan Baku Obat (BBO).
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan 2020-2024 yang memprioritaskan peningkatan kapasitas produksi BBO, termasuk pengembangan BBO dari bahan alam lokal. Salah satu fokus utama adalah BBO intermediate dan bahan aktif yang banyak digunakan untuk obat generik dan vaksin. Misalnya, pada kuartal ketiga tahun 2023, tepatnya pada tanggal 5 September 2023, PT Kimia Farma, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) farmasi, meresmikan pabrik baru di kawasan Cikarang, Jawa Barat, yang fokus memproduksi Parasetamol dan Atorvastatin dalam skala industri. Peresmian ini dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Dr. Agus Gumiwang Kartasasmita, M.Si., dan merupakan lompatan besar untuk mengurangi impor BBO jenis tersebut sebesar 30% pada tahun 2025.
Peran penelitian dan pengembangan (R&D) domestik sangat krusial dalam upaya Menguatkan Ketahanan farmasi. Lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan universitas terkemuka bekerja sama dengan industri untuk mengidentifikasi dan mengolah potensi sumber daya alam Indonesia menjadi BBO fitofarmaka (obat herbal terstandar) dan mengembangkan BBO kimia sintetik baru. Misalnya, pada Senin, 18 Maret 2024, BRIN, melalui Pusat Riset Biofarmaka, berhasil mematenkan proses sintesis senyawa aktif dari tanaman Sambiloto yang berpotensi menjadi BBO anti-inflamasi, yang sebelumnya harus diimpor. Inovasi semacam ini tidak hanya mengurangi ketergantungan impor tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemain dalam riset biofarmasetika global.
Namun, transisi ini menghadapi kendala, terutama terkait kebutuhan modal yang besar dan transfer teknologi yang kompleks. Selain itu, diperlukan pengawasan ketat untuk memastikan kualitas BBO lokal setara dengan standar internasional. Dalam rangka menjaga integritas pasokan, pada Kamis, 12 Oktober 2023, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri, yang dipimpin oleh Brigjen. Pol. Dr. Rony Sompie, S.I.K., M.H., bersama tim BPOM, melakukan penertiban di sebuah gudang farmasi ilegal di wilayah Tangerang yang menimbun BBO intermediate tanpa izin edar yang sah. Tindakan ini menunjukkan keseriusan aparat dalam Menguatkan Ketahanan sektor ini dari praktik curang yang dapat membahayakan kesehatan publik.
Secara keseluruhan, upaya untuk mengurangi ketergantungan BBO impor memerlukan komitmen jangka panjang, investasi berkelanjutan, dan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri. Dengan terus mendorong inovasi dan memperkuat ekosistem industri hulu, Indonesia dapat mewujudkan ketahanan farmasi yang mandiri, memastikan bahwa obat-obatan esensial selalu tersedia dan terjangkau bagi seluruh rakyat. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas industri farmasi lokal adalah kunci menuju kedaulatan kesehatan yang sejati.


Stay In Touch