Inovasi Terkini Industri farmasi global telah memasuki babak baru dengan pesatnya perkembangan Terapi Gen dan Sel (TGS). Di Indonesia, tren ini mulai mendapatkan perhatian serius, menandai pergeseran paradigma dari pengobatan konvensional berbasis obat molekul kecil menuju pengobatan presisi yang menangani akar masalah genetik atau seluler. TGS menawarkan potensi kuratif untuk penyakit yang sebelumnya dianggap tidak dapat disembuhkan, seperti beberapa jenis kanker, kelainan genetik langka, dan penyakit autoimun. Peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sangat krusial dalam memastikan keamanan dan efikasi produk bioteknologi canggih ini sebelum tersedia untuk masyarakat. Pada tahun 2024, BPOM, melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.02.02.1.2.06.24.234 tentang Pedoman Pengembangan dan Penilaian Obat Produk Biologi, secara resmi menetapkan kerangka regulasi yang lebih jelas untuk produk TGS.
Terapi Gen bekerja dengan memodifikasi gen pasien, baik dengan mengganti gen yang rusak, menonaktifkan gen yang menyebabkan penyakit, atau memasukkan gen baru untuk membantu melawan penyakit. Salah satu contoh yang paling menonjol adalah Terapi Sel T Chimeric Antigen Receptor (CAR-T), sebuah Terapi Sel yang melibatkan rekayasa sel T (sejenis sel imun) pasien di laboratorium untuk menyerang sel kanker secara spesifik. Di Indonesia, uji klinis dan pengembangan riset terkait TGS sedang digalakkan. Misalnya, pada awal Oktober 2025, tepatnya tanggal 15, tim peneliti gabungan dari Universitas Indonesia (UI) dan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), yang dipimpin oleh Prof. Dr. Budi Santoso, Sp.PD-KHOM, memulai fase awal studi praklinis untuk pengembangan terapi sel punca mesenkimal autologus (MSCs) untuk penanganan Graft-versus-Host Disease (GvHD) pasca transplantasi sumsum tulang. Studi ini direncanakan selesai dalam kurun waktu dua tahun. Data awal ini menunjukkan komitmen akademisi dan praktisi kesehatan nasional dalam menguasai teknologi ini.
Tantangan utama dalam implementasi TGS di Indonesia meliputi biaya yang sangat tinggi, infrastruktur kesehatan yang memadai untuk penanganan dan pemberian terapi (seperti fasilitas GMP/Good Manufacturing Practice untuk produksi sel), serta kebutuhan akan sumber daya manusia yang terampil. Penanganan TGS memerlukan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, termasuk ahli genetika, hematologi, onkologi, dan teknolog laboratorium dengan sertifikasi khusus. Sebagai contoh konkret, pada 20 April 2024, Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat Organisasi Riset Kesehatan Nasional (OR-KN), Dr. Ir. Siti Nurjanah, M.Kes., menekankan pentingnya kerja sama multipihak. Beliau menyebutkan bahwa investasi minimal Rp 500 Miliar diperlukan untuk membangun fasilitas manufaktur sel berkualitas internasional, yang idealnya berlokasi dekat dengan sentra pendidikan dan riset, seperti di area Jawa Barat yang memiliki ekosistem riset yang kuat. Upaya ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kedaulatan obat nasional.
Meskipun demikian, peluang yang ditawarkan Terapi Gen dan Sel sangat besar. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan didukung oleh komite etik di berbagai rumah sakit, seperti Rumah Sakit Kanker Dharmais, telah menyusun peta jalan jangka panjang untuk integrasi TGS dalam sistem kesehatan nasional. Peta jalan ini mencakup penguatan regulasi, percepatan riset translasi, dan skema pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan. Inovasi Terkini Industri farmasi ini tidak hanya menjadi harapan baru bagi pasien dengan penyakit berat, tetapi juga pendorong pertumbuhan sektor bioteknologi domestik.
Peran aktif dari aparat penegak hukum juga tidak bisa diabaikan dalam konteks pengawasan. Pada Senin, 17 Juni 2024, Kepolisian Sektor (Polsek) Menteng, Jakarta Pusat, melalui Satuan Reserse Kriminal (Reskrim), melakukan penertiban terhadap praktik terapi sel ilegal yang tidak memiliki izin edar dan klaim palsu. Penertiban ini dipimpin oleh Kompol Arya Wibowo, S.H., M.H., dan melibatkan tim dari BPOM, menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi masyarakat dari praktik yang membahayakan.
Kesimpulannya, Indonesia berada di ambang revolusi bioteknologi kesehatan. Meskipun tantangan infrastruktur dan biaya masih menjadi kendala, sinergi antara regulator, akademisi, industri, dan praktisi kesehatan dalam mengembangkan Terapi Gen dan Sel akan menjadi kunci untuk mewujudkan pengobatan presisi yang lebih efektif dan aksesibel bagi masyarakat luas.


Stay In Touch